Bab 74
Bab 74
Bab 74 Menunjukkan Jiwanya
Tiba-tiba, ekspresi Vivin menyendu. “Ibuku dan Haris berkuliah di universitas yang sama. Haris selalu menyukai ibuku tapi ibuku tidak menyukainya. Meskipun begitu, perasaan Haris padanya tidak pernah hilang bahkan setelah dia menikah Kenyataannya, dia bahkan membius dan. memperkosanya. Begitulah aku hadir. Meskipun ibuku membenci Haris, dia merasa kalau aku tidak bersalah, jadi dia memutuskan untuk mempertahankanku.”
Finno menoleh pada Vivin karena dia tidak pernah mendengar hal ini dari penyelidikannya sebelumnya.
“Emi iri dengan perasaan yang dimiliki Haris pada ibuku, jadi dia menyebarkan rumor kemana- mana. Dia menuduh ibuku menggoda Haris dan bilang kalau dia adalah simpanannya. Karena ibuku tidak punya koneksi apapun dari kalangan atas, dia tidak bisa membela dirinya sendiri. Yang bisa dilakukannya hanyalah merawatku sendirian sambil menahan reputasinya yang tercoreng.”
Saat Vivin mengingat masa lalu itu, tangannya mengepal tanpa sadar dan matanya dipenuhi
kebencian.
Dia sangat membenci Haris. Sayangnya, tidak ada yang bisa dilakukannya untuk mengganti kenyataan bahwa pria itu adalah ayah kandungnya.
Dengan menundukkan pandangannya kearah Vivin, Finno memegang kepalan tangannya dan dengan melepaskan jarinya satu persatu.
Vivin terkejut. Dia mengangkat kepalanya untuk melihatnya sambil tersenyum kikuk. “Aku minta maaf, apa aku hilang kesabaran?”
“Tidak.” Walaupun wajahnya tenang, mata Finno memancarkan aura yang lebih lembut dari biasanya. “Aku senang kau mau berbagi tentang ini semua denganku.”
Itu benar-benar sangat berarti baginya.
Kenyataannya, tidak akan sulit baginya untuk mengetahui hal itu jika dia mau. Tapi, saat Vivin membahas itu secara pribadi dengannya, bebannya menjadi lebih berat.
Dengan wajah bingung, Vivin tidak bisa menahan tawanya. “Kau benar-benar pria yang aneh.” Finno hanya tersenyum kecil tanpa berniat membalas perkataannya.
Benar katanya, dia menyadari dirinya bertingkah makin aneh sejak dia mengenal Vivin.
Hari-hari berikutnya berjalan dengan tenang dan tanpa banyak masalah.
Akhirnya, akhir pekan tiba dan itulah saat untuk pesta makan malam keluarga Normando.
Pada hari itu, Vivin bangun pagi-pagi sekali. Bagaimanapun, perias make up dan penata rambut sudah datang. Setelah menghabiskan waktu bekerja seharian, mereka akhirnya menyelesaikan
dandanannya.
Untuk Finno, dia sudah siap sedari tadi dan menunggu dengan tenang di ruang tamu.
Segera setelahnya, dia mendengar bunyi langkah high heels. Saat mengangkat pandangannya, dia terpesona saat melihat Vivin yang tengah turun dari tangga secara perlahan-lahan. From NôvelDrama.Org.
Kali terakhir dia mengenakan gaun untuk bertemu dengan keluarga Normando, dia sudah pernah mengejutkannya.
Kali ini, dia malah lebih terkejut lagi.
Vivin tengah mengenakan sebuah gaun panjang berwarna merah keemasan. Potongan runcing di gaunnya menonjolkan bentuk tubuhnya sementara bagian belakang gaun itu menunjukkan punggung mulusnya.
Rambutnya diikat sanggul sementara dandanannya terlihat alami alih-alih dipaksakan, membuat dia bisa menunjukkan aura yang lebih cemerlang dari yang lainnya.
Meskipun begitu, Vivin masih tidak terbiasa menggunakan high heels. Sambil memegang ujung pakaiannya, dia mencoba berjalan dengan hati-hati. Disana, dia melihat Finno yang tengah menatapnya dengan mata berbinar.
Dengan wajah memerah malu, dia bertanya dengan lembut, “Bagaimana penampilanku?”
Tepat beberapa saat yang lalu, dia juga kaget melihat dirinya di cermin.
Dia tetaplah seorang perempuan. Didandani dan dipakaikan gaun yang bagus tentu salah satu halayannya. Tapi semenjak kecil yang bisa dia lihat hanyalah Alin yang menikmati hak istimewanya. Untuk dia sendiri, dia hanya bisa memakai sebuah baju kaos berwarna putih dan celana jeans sambil mengamati Alin yang memikat semua orang.
Tapi, hari ini berbeda. Akhirnya, dia tahu kalau dirinya juga punya kesempatan untuk tampil
menawan.
Finno yang tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Vivin hanya bisa tertawa pelan dan tidak kunjung menjawab pertanyaannya. Dia malah meraih pergelangan tangannya dan memberikannya sentakan lembut.
“Ah!”
Vivin kesulitan menjaga keseimbangannya saat memakai high heels. Jadi, saat Finno menariknya kedalam pelukannya, dia langsung terjatuh keatas pangkuannya di kursi roda.